Agama Mesir Kuno merupakan wujud keyakinan serta ritual politeisme nan lingkungan yang menempel pada warga Mesir Kuno. Agama ini berpusat pada interaksi orang- orang Mesir dengan dewa- dewi yang mereka yakini timbul serta mengatur kekuatan alam.
Ritual- ritual semacam doa serta pemberian persembahan ialah upaya supaya menemukan pertolongan dari para dewa. Aplikasi keagamaan resmi tertumpu pada firaun, si penguasa Mesir yang dipercaya mempunyai kekuatan suci sebab perannya. Para firaun berfungsi selaku perantara rakyatnya dengan para dewa dan berkewajiban buat menjunjung mereka lewat ritual- ritual serta persembahan supaya penyeimbang di alam semesta senantiasa terpelihara. Negara tersebut pula mendedikasikan sumber energi yang sangat besar paling utama buat kegiatan- kegiatan ritual serta pembangunan kuil- kuil.
Seorang bisa berhubungan dengan para dewa demi kepentingan individu, memohon pertolongan lewat doa ataupun memohon mereka buat berperan lewat ritual sihir. Praktik- praktik ini walaupun terdapat kelainannya, namun senantiasa berkaitan dengan ritual serta adat- adat resmi. Tradisi keagamaan terkenal setelah itu tumbuh pesat dalam ekspedisi sejarah Mesir bersamaan memudarnya status firaun.
Aspek berarti yang lain merupakan keyakinan yang terpaut alam baka serta upacara pemakaman. Bangsa Mesir melaksanakan upaya spesial buat membenarkan kekekalan jiwa mereka sehabis kematian, mereka mempersiapkan makam- makam, perkakas pemakaman, serta persembahan- persembahan dalam rangka melestarikan badan serta jiwa orang yang sudah wafat.
Agama Mesir Kuno
Agama ini bermula semenjak era prasejarah Mesir serta berlangsung sepanjang lebih dari 3. 000 tahun. Seluk beluk kepercayaan agama ini sudah berganti bersamaan waktu sejalan dengan ketidaktetapan watak keluhuran para dewa, dan perpindahan ikatan rumit mereka. Pada bermacam peluang, dewa- dewa tertentu perannya dikira lebih unggul dari yang lain, tercantum dewa matahari Ra, dewa pencipta Amun, serta bunda dewi Isis.
Buat periode yang pendek, dalam teologi yang diundangkan oleh Firaun Akhenaten, dewa tunggal yang diucap Aten mengambil alih dewa- dewa tradisional. Agama serta mitologi Mesir Kuno banyak menyisakan tulisan- tulisan serta monumen- monumen, beserta pengaruh luasnya terhadap kebudayaan kuno ataupun modern.
Teologi
Keyakinan serta ritual yang saat ini diucap selaku” Agama Mesir Kuno” merupakan bagian tidak terpisahkan dalam tiap aspek kebudayaan Mesir.
Bahasa mereka tidak mempunyai satu juga sebutan yang proporsional dengan konsep agama Eropa modern. Agama Mesir Kuno tidaklah tradisi monolitik, namun terdiri dari serangkaian kepercayaan serta aplikasi yang luas serta bermacam- macam, tersambung oleh fokus bersama mereka pada interaksi dunia manusia serta dunia dewa.
Ciri para dewa yang menghuni alam suci menempel pada uraian orang- orang Mesir menimpa sifat- sifat dunia tempat mereka tinggal.
Dewa – Dewi
Bangsa Mesir Kuno meyakini kekuatan para dewa di seluruh gerak serta prinsip- prinsip alam. Mereka yakin kalau para dewa tidak cuma mengatur fenomena alam, namun pula terdapat dalam unsur- unsur alam itu sendiri.
Kekuatan luhur ini tercantum elemen- elemen, ciri hewan, ataupun kekuatan- kekuatan abstrak. Mereka yakin pada panteon dewa- dewa yang berfungsi dan dalam seluruh aspek alam semesta serta komunitas manusia. Praktik- praktik religius yang mereka jalani ialah upaya buat melindungi serta menenangkan fenomena- fenomena tersebut serta mengubahnya demi kepentingan manusia.
Sistem politeistik ini sangat lingkungan sebab dewa- dewa diyakini timbul dalam perwujudan yang berbeda- beda, serta sebagian di antara lain mempunyai kedudukan mitologis. Bermacam- macam kekuatan alam semacam matahari, berhubungan pada banyak dewa. Panteon yang bermacam- macam mulai dari dewa dengan kedudukan yang vital di alam semesta sampai dewa- dewa kecil ataupun” demon” dengan kedudukan yang sangat terbatas ataupun terlokalkan. Ini pula tercantum dewa- dewa yang diadopsi dari kebudayaan asing, serta adakalanya dari manusia: firaun yang sudah wafat dikira suci, serta terkadang jelata yang dihormati semacam Imhotep pula didewakan.
Penggambaran para dewa dalam karya seni bangsa Mesir tidaklah dimaksudkan selaku representasi harfiah menimpa wujud rupa para dewa seandainya mereka bisa dilihat, sebab watak sejati para dewa diyakini penuh rahasia. Kebalikannya, penggambaran ini membagikan wujud supaya dewa- dewa yang abstrak bisa dikenali dengan membandingkannya dengan simbol- simbol alam yang menampilkan kedudukan mereka. Misalnya, dewa kematian Anubis ditafsirkan selaku jakal, makhluk dengan kerutinan mengais yang dikira bisa mengganggu kelestarian jenazah. Kulit hitamnya menyimbolkan warna daging yang dimumikan serta tanah gelap produktif yang dikira orang- orang Mesir selaku lambang kebangkitan. Ikonografi ini tidak baku serta bisa berubah- ubah, sebab sebagian dewa bisa ditafsirkan dalam bermacam wujud.
Banyak dewa- dewa yang berhubungan dengan sesuatu daerah tertentu di Mesir, serta pemujaan terhadap mereka di daerah tersebut sangat diutamakan. Tetapi, asosiasi ini berganti bersamaan waktu, serta bukan berarti dewa yang terpaut dengan sesuatu tempat memanglah berasal dari situ. Misalnya, dewa Monthu merupakan pelindung asli kota Thebes. Tetapi, sepanjang periode Kerajaan Pertengahan, kedudukannya digantikan oleh Amun, yang bisa jadi sudah timbul di tempat lain. Popularitas serta kepentingan dewa- dewa orang berfluktuasi dengan metode yang sama.
Asosiasi antar dewa
Bangsa Mesir menyadari kenyataan kalau fenomena alam yang berbeda silih terpaut satu sama lain, sehingga mereka pula mengaitkannya dengan dewa- dewa.
Para dewa Mesir mempunyai ikatan timbal balik yang rumit, yang sebagiannya menggambarkan interaksi kekuatan yang mereka wakili. Bangsa Mesir biasa mengelompokkan dewa- dewa dalam menggambarkan hubungan- hubungan ini. Sebagian kelompok dewa yang keluhurannya tidak tentu diperhubungkan atas kesamaan peranan mereka. Ini umumnya tercantum dewa- dewa kecil yang sedikit mempunyai bukti diri individual.
Campuran lain menghubungkan dewa- dewa bersumber pada arti simbolik angka- angka dalam mitologi Mesir; misalnya, pendamping dewa umumnya mewakili dualitas fenomena yang bertentangan. Salah satu campuran yang lebih universal merupakan tritunggal kekerabatan yang terdiri dari bapak, bunda, serta anak yang disembah bertepatan. Sebagian kelompok mempunyai kepentingan yang lebih luas. Misalnya Enneás, ialah kelompok yang terdiri dari 9 dewa dalam sistem teologis yang tercakup dalam ranah mitologis penciptaan, kerajaan, serta alam baka.
Ikatan antara para dewa pula bisa diekspresikan dalam proses sinkretisme, ialah 2 dewa ataupun lebih dipadukan membentuk satu dewa gabungan. Proses ini ialah pengakuan hendak kedatangan satu dewa” di dalam” yang yang lain bila dewa kedua mempunyai kedudukan yang tercantum kedudukan dewa awal. Hubungan- hubungan di antara para dewa ini berubah- ubah, dan tidak mewakili perpaduan 2 dewa jadi satu secara permanen. Oleh sebab itu, sebagian dewa dapat membangun banyak ikatan sinkretis.
Kadangkala kala sinkretisme ini memadukan dewa- dewa dengan ciri yang sangat mirip. Di lain waktu dia berpadu dengan dewa yang mempunyai watak sangat berlainan, semacam kala Amun, dewa kekuatan tersembunyi, digabung dengan Ra, si dewa matahari, melahirkan Amun- Ra, yang memadukan kekuatan di balik seluruh perihal dengan kekuatan terbanyak serta sangat nampak di alam.
Kecenderungan monoteisme
Banyak dewa diberikan julukan yang tampaknya menampilkan kalau mereka lebih hebat daripada dewa yang lain, menggambarkan semacam penunggalan di luar banyaknya kekuatan- kekuatan alam. Perihal ini berlaku spesialnya untuk sebagian dewa yang pada bermacam waktu dalam lintasan sejarah, jadi sangat berarti untuk agama Mesir. Tercantum pelindung kerajaan Horus, dewa matahari Ra, serta bunda dewi Isis.
Sepanjang Kerajaan Baru( dekat 1550–1070 SM), Amun memegang peran ini. Teologi pada era tersebut menguraikan secara rinci spesialnya menimpa kedatangan Amun dalam mengatur seluruh perihal, sehingga dia dikira lebih unggul daripada dewa yang lain, ialah selaku perwujudan kekuatan dewa yang mencakup segalanya.
Akibat statment teologis semacam ini, banyak pakar Mesir masa kemudian, semacam Siegfried Morenz[de], yakin kalau di dasar tradisi politeistik agama Mesir terjalin kenaikan kepercayaan hendak keesaan dewa, menuju pada monoteisme. Contoh dalam sastra Mesir, yang mengatakan” dewa” tanpa merujuk pada dewa tertentu tampaknya membagikan tendensi pada pemikiran ini. Tetapi, pada tahun 1971 Erik Hornung[en] menampilkan kalau identitas yang rasanya dipunyai mahluk agung bisa berhubungan dengan banyak dewa yang berbeda, apalagi pada periode kala dewa- dewa lain yang unggul. Ia berkomentar kalau referensi kepada” dewa” yang tidak didetetapkan dimaksudkan buat merujuk secara fleksibel ke dewa manapun. Sebab itu dia berkomentar kalau, walaupun sebagian orang bisa jadi secara henoteis memilah satu dewa buat disembah, agama Mesir secara totalitas tidak mempunyai gagasan tentang keberadaan suci di luar banyaknya dewa. Tetapi perdebatan bukanlah berakhir di situ; Jan Assmann[en] serta James P. Allen[en] semenjak itu menegaskan kalau orang Mesir pada tingkatan tertentu mengakui kekuatan suci tunggal. Bagi pemikiran Allen, gagasan menimpa monoteistik timbul berdampingan secara inklusif dengan tradisi politeistik. Terdapat mungkin kalau cuma para teolog Mesir yang seluruhnya mengakui kesatuan mendasar ini, namun pula bisa jadi rakyat Mesir biasa mengenali kekuatan tunggal dengan satu dewa pada suasana tertentu.
Atenisme
Sepanjang periode Kerajaan Baru, Akhenaten menghapuskan pemujaan formal pada dewa- dewa lain demi menyembah cakram- matahari Aten. Perihal ini kerap dikira selaku contoh awal monoteisme sejati dalam sejarah, walaupun rincian teologi Atenis masih belum jelas serta asumsi kalau itu monoteistik masih diperdebatkan. Mengecualikan seluruh tidak hanya satu dewa buat disembah ialah peralihan yang radikal dalam tradisi Mesir serta sebagian menyangka Akhenaten lebih selaku praktisi monolatri daripada monoteisme, sebab ia tidak secara aktif menyangkal keberadaan dewa- dewa lain; ia cuma menahan diri buat menyembah dewa apa juga kecuali Aten. Di dasar kekuasaan penerus Akhenaten, Mesir kembali ke agama tradisionalnya, serta Akhenaten sendiri apalagi dikecam selaku orang ingkar.
Kosmologi
Konsepsi Mesir menimpa alam semesta berpusat pada Maat, suatu kata yang mencakup sebagian konsep, tercantum” kebenaran”,” keadilan”, serta” keteraturan”. Ini ialah tatanan semesta yang kekal serta abadi, baik di alam semesta ataupun dalam warga manusia. Maat telah terdapat semenjak penciptaan dunia, serta tanpanya dunia hendak kehabisan kohesinya. Dalam keyakinan Mesir, Maat selalu terancam oleh kekuatan kekacauan, sehingga seluruh warga diwajibkan buat mempertahankannya. Pada tingkatan manusia, ini berarti seluruh anggota warga wajib bekerja sama serta hidup berdampingan; pada tingkatan kosmik berarti kalau seluruh kekuatan alam— para dewa— wajib terus melaksanakan tugasnya dalam penyeimbang.
Kalangan yang terakhir inilah yang jadi pokok pangkal agama Mesir. Bangsa Mesir berupaya melindungi Maat di alam semesta dengan menopang para dewa lewat persembahan serta dengan melaksanakan ritual buat menghindari kekacauan dan mengabadikan siklus alam.
Bagian terutama dari pemikiran Mesir menimpa kosmos merupakan konsep waktu, yang sangat berkaitan dengan pemeliharaan Maat. Sejauh waktu linear, sesuatu pola siklus kesekian, dikala Maat diperbarui oleh kejadian periodik yang menggemakan ciptaan asli. Di antara peristiwa- peristiwa ini merupakan banjir tahunan Nil serta suksesi dari satu raja ke raja yang lain, namun yang sangat berarti merupakan ekspedisi setiap hari dewa matahari Ra.
Kala memikirkan wujud kosmos, bangsa Mesir memandang bumi selaku hamparan tanah yang datar serta dipersonifikasikan oleh dewa Geb, sebaliknya yang melengkung merupakan dewi langit Nut. Keduanya dipisahkan oleh Shu, dewa hawa. Di dasar bumi terbentang dunia dasar serta dasar langit yang paralel, serta di luar langit ada hamparan tidak terbatas Nu, khaos yang telah terdapat saat sebelum penciptaan.
Bangsa Mesir pula yakin pada suatu tempat yang diucap Duat, daerah misterius yang terpaut dengan kematian serta kelahiran kembali, yang bisa jadi terletak di dunia dasar ataupun di langit. Tiap hari, Ra melaksanakan ekspedisi melintasi bumi di sisi dasar langit, serta pada malam hari dia melewati Duat buat dilahirkan kembali dikala fajar.
Dalam keyakinan Mesir, kosmos ini ditempati oleh 3 tipe makhluk hidup. Salah satunya merupakan para dewa; yang lain merupakan roh- roh manusia yang sudah wafat, yang terdapat di alam suci serta pula mempunyai sebagian keahlian para dewa. Manusia yang hidup merupakan jenis ketiga, serta yang sangat berarti di antara mereka merupakan firaun, yang menjembatani alam manusia dengan para dewa.
Firaun agung
Para pakar Mesir sudah lama memperdebatkan sepanjang mana firaun dikira selaku dewa. Tampaknya sangat bisa jadi kalau orang Mesir memandang otoritas kerajaan itu selaku kekuatan agung. Oleh sebab itu, walaupun orang Mesir mengakui kalau firaun merupakan manusia serta tunduk pada kelemahan manusia, mereka secara bertepatan memandangnya selaku dewa, sebab kuasa suci kerajaan menjelma dalam dirinya. Sebab itu dia berperan selaku perantara antara rakyat Mesir dengan para dewa.
Ia merupakan kunci buat menegakkan Maat, baik dengan melindungi keadilan serta harmoni dalam warga dan dengan menopang para dewa lewat kuil- kuil serta persembahan. Buat alibi ini, dia mengawasi seluruh aktivitas keagamaan di negerinya. Tetapi, pengaruh serta prestise kehidupan nyata firaun dapat berbeda dari yang ditafsirkan dalam tulisan- tulisan serta penggambaran formal; dimana pada akhir periode Kerajaan Baru, kepentingan peranan firaun terpaut keagamaan menyusut ekstrem.
Raja pula berhubungan dengan banyak dewa tertentu. Ia diidentifikasi langsung dengan Horus, yang mewakili kerajaan itu sendiri, serta ia dikira selaku putra dewa Ra, yang memerintah serta mengendalikan alam serta selaku firaun yang memerintah dan mengendalikan warga. Pada periode Kerajaan Baru dia pula berhubungan dengan Amun, kekuatan paling tinggi dalam kosmos. Sehabis kematiannya, si raja seluruhnya didewakan. Dalam kondisi ini, dia langsung diidentifikasi dengan Ra, serta pula berhubungan dengan Osiris, dewa kematian serta kelahiran kembali dan bapak mitologis Horus. Banyak kuil pemakaman yang dibentuk didedikasikan spesial buat pemujaan firaun selaku dewa. Burung ba, salah satu aspek dari konsep jiwa dalam Mesir kuno.
Alam baka
Kehidupan sehabis kematian ialah bagian terutama dalam keyakinan bangsa Mesir kuno. Keyakinan bangsa Mesir kuno hendak terdapatnya kehidupan sehabis kematian disimbolkan dalam wujud salib firaun yang diucap” kunci kehidupan”( ankh). Kunci kehidupan ini ialah simbol kehidupan yang kekal, simbol sangat suci yang ada di makam- makam serta dinding- dinding kuil.
Bangsa Mesir mempunyai kepercayaan yang rumit tentang kematian serta alam baka. Mereka yakin kalau manusia mempunyai ka, ataupun energi kehidupan, yang meninggalkan jasad pada titik kematian. Semasa hidup, ka menerima rezekinya dari santapan serta minuman, sehingga diyakini buat melindungi keabadiannya sehabis kematian, ka wajib terus memperoleh persembahan santapan, yang esensi spiritualnya masih dapat disantap. Tiap orang pula mempunyai ba, serangkaian ciri spiritual yang unik untuk tiap orang( mirip dengan gagasan karakter).
Tidak semacam ka, ba senantiasa menempel pada jasad sehabis kematian. Upacara pemakaman Mesir dimaksudkan buat membebaskan ba dari jasadnya sehingga dapat bergerak leluasa, serta bergabung kembali dengan ka sehingga dapat hidup kembali selaku akh. Tetapi, berarti pula kalau jasad mendiang buat dilestarikan, sebab orang Mesir yakin kalau ba hendak kembali ke jasadnya tiap malam buat menerima kehidupan baru, saat sebelum setelah itu timbul di pagi hari selaku akh.
Pada masa- masa dini, firaun yang wafat, diyakini naik ke langit serta tinggal di antara bintang- bintang. Sepanjang Kerajaan Lama( dekat 2686- 2181 SM) dia lebih erat berhubungan dengan kelahiran dewa matahari Ra serta dengan penguasa dunia dasar Osiris sebab dewa- dewa tersebut dikira lebih berarti.
Penghakiman
Dalam keyakinan alam baka yang tumbuh semenjak periode Kerajaan Baru, jiwa seorang wajib menjauhi bermacam marabahaya adikodrati di Duat saat sebelum menempuh sidang terakhir; diketahui pula selaku fase” Penimbangan Jantung”, yang dicoba oleh Osiris serta 42 Hakim Maat. Dalam sidang ini, para dewa menimbang perbuatan- perbuatan mendiang semasa hidup( dilambangkan oleh jantung) dengan bulu yang mewakili dewi Maat, buat memastikan apakah dia sudah berbuat cocok dengan Maat. Bila mendiang lebih berat timbangan kebaikannya serta dinilai layak, hingga ka serta ba- nya disatukan jadi Akh, serta ia hendak hidup dengan penuh keelokan serta kebahagiaan.
Apabila timbangan kejahatannya lebih berat, ia hendak dikirim ke sesuatu tempat dimana dia hendak disiksa dalam keabadian oleh suatu makhluk yang diucap dengan” pemakan kematian”.
Sebagian kepercayaan timbul menimpa takdir Akh. Kerapkali orang yang mati dikatakan tinggal di alam Osiris, negara yang produktif serta mengasyikkan di dunia dasar.
Penampakan matahari dari alam baka, tempat roh mendiang bepergian dengan Ra dalam ekspedisi tiap harinya, paling utama masih berhubungan dengan keluarga raja, namun pula dapat meluas buat orang lain. Sepanjang Kerajaan Pertengahan serta Baru, terdapat gagasan yang umum kalau akh bisa pula melaksanakan ekspedisi di dunia orang hidup, serta buat sebagian alasan, secara ajaib, akh pula bisa pengaruhi peristiwa- peristiwa di situ.
Sastra Mesir Kuno
Walaupun bangsa Mesir tidak mempunyai kitab keagamaan yang terpadu, mereka menciptakan banyak literatur keagamaan dalam bermacam tipe. Naskah yang bermacam- macam tersebut membagikan uraian yang sangat luas, tetapi masih belum menarangkan secara lengkap tentang aplikasi serta kepercayaan agama Mesir.
Ra( tengah) melaksanakan ekspedisi lewat dunia dasar dalam barque- nya, ditemani oleh dewa- dewa lain.
Mitologi Mesir
Mitos- mitos Mesir merupakan kisah- kisah metaforis yang dimaksudkan buat menggambarkan serta menarangkan tingkah laku serta kedudukan para dewa di alam. Rincian kejadian yang mereka ceritakan dapat berganti buat mengantarkan perspektif simbolis yang berbeda pada peristiwa- peristiwa misterius yang mereka gambarkan, sehingga terbentuk banyak mitos dalam tipe yang berbeda serta silih berlawanan.
Narasi mitos tidak sering ditulis secara penuh, serta isi naskahnya lebih kerap cuma memiliki episode dari ataupun kiasan ke mitos yang lebih besar. Oleh sebab itu, pengetahuan tentang mitologi Mesir sebagian besar berasal dari himne( nyanyian) yang memerinci kedudukan dewa tertentu, dari naskah ritual serta magis yang menggambarkan aksi yang berkaitan dengan kejadian mistis, serta dari bacaan pemakaman yang mengatakan kedudukan dewa- dewa di alam baka. Sebagian data pula didapat dari kiasan dalam bacaan sekuler. Kesimpulannya, orang- orang Yunani serta Romawi semacam Plutarch mencatat sebagian mitos yang masih terdapat di akhir sejarah Mesir.
Di antara mitos- mitos Mesir yang berarti merupakan mitos penciptaan. Bagi kisah- kisah ini, dunia timbul selaku ruang kering di lautan primordial khaos. Sebab matahari sangat berarti buat kehidupan di bumi, kebangkitan awal Ra mencirikan momen kemunculan ini. Bermacam wujud mitos menggambarkan proses penciptaan dalam bermacam metode: transformasi dewa primordial Atum jadi elemen- elemen yang membentuk dunia, selaku pidato berdaya cipta dari dewa intelektual Ptah, serta selaku perbuatan kekuatan tersembunyi Amun. Terlepas dari alterasi ini, penciptaan mewakili pembuatan dini ma`at serta pola buat siklus waktu selanjutnya.
Yang sangat berarti dari seluruh mitos Mesir merupakan mitos Osiris serta Isis. Mitos ini menggambarkan tentang dewa penguasa Osiris, yang dibunuh oleh saudaranya, Set, dewa yang kerap berhubungan dengan kekacauan. Saudari serta istri Osiris, Isis, membangkitkannya sehingga ia dapat memiliki seseorang putra, Horus. Osiris setelah itu merambah dunia dasar serta jadi penguasa orang mati. Sehabis berusia, Horus bertempur serta mengalahkan Set buat jadi raja.Ikatan Set dengan kekacauan, serta identifikasi Osiris serta Horus selaku penguasa yang legal, membagikan alibi buat suksesi firaun serta menggambarkan para firaun selaku penegak kedisiplinan. Pada dikala yang sama, kematian serta kelahiran kembali Osiris terpaut dengan siklus pertanian Mesir, yang tanamannya berkembang di tengah genangan Nil, serta membagikan suatu contoh buat kebangkitan jiwa manusia sehabis kematian.
Motif mitos berarti yang lain merupakan ekspedisi Ra lewat Duat tiap malam. Dalam ekspedisi ini, Ra berjumpa dengan Osiris, yang sekali lagi berperan selaku agen re- genarisi, sehingga hidupnya diperbarui. Ia pula bertarung tiap malam dengan Apep, dewa kejahatan yang mewakili kekacauan. Kekalahan Apep serta pertemuan dengan Osiris membenarkan terbitnya matahari keesokan paginya, kejadian yang mewakili kelahiran kembali serta kemenangan kedisiplinan atas kekacauan.
Bacaan ritual serta magis
Prosedur ritual keagamaan kerap ditulis pada papirus, yang digunakan selaku instruksi untuk mereka yang melaksanakan ritual. Naskah- naskah ritual ini ditaruh paling utama di perpustakaan- perpustakaan kuil. Kuil- kuil itu sendiri pula ditulisi dengan bacaan naskah tersebut, umumnya diiringi dengan ilustrasi. Berbeda dengan ritual papirus, inskripsi ini tidak dimaksudkan selaku instruksi, namun dimaksudkan buat mengabadikan ritual secara simbolis, apalagi kala dalam realitasnya, orang- orang sudah menyudahi buat melaksanakannya.[50] Teks- teks magis pula menggambarkan ritual, meski ritual ini merupakan bagian dari mantra yang digunakan buat tujuan tertentu dalam kehidupan tiap hari. Walaupun buat tujuan keduniawian, banyak dari teks- teks ini pula berasal dari bibliotek kuil serta setelah itu disebarluaskan buat warga universal.
Nyanyian serta doa
Bangsa Mesir menciptakan banyak doa serta nyanyian pujian yang ditulis dalam wujud puisi. Nyanyian serta doa menjajaki struktur yang sama tetapi dibedakan bagi tujuan pembuatannya. Nyanyian pujian ditulis buat menyanjung dewa- dewa tertentu. Semacam bacaan ritual, mereka ditulis di papirus serta di bilik kuil, serta bisa jadi dibacakan selaku bagian dari ritual tempat mereka terletak dalam prasasti kuil. Sebagian besar terstruktur cocok dengan satu set resep sastra, yang dirancang buat menarangkan watak, aspek, serta guna mitologi dari dewa tertentu.
Mereka cenderung melaporkan teologi pokok secara lebih eksplisit daripada tulisan agama Mesir yang lain, yang setelah itu jadi sangat berarti di Kerajaan Baru, sebab pada periode tersebut wacana teologis sangat aktif digunakan. Doa menjajaki pola universal yang sama semacam nyanyian pujian, namun membahasakan dewa yang relevan dengan metode yang lebih individu, memohon berkat, dorongan, ataupun pengampunan atas kesalahan. Doa tidak sering dicoba saat sebelum Kerajaan Baru, yang menampilkan kalau pada periode tadinya, interaksi individu langsung dengan dewa dipercaya selaku suatu yang mustahil, ataupun paling tidak kurang diekspresikan secara tertulis. Mereka diketahui paling utama dari inskripsi pada arca serta stela yang tersisa di situs- situs suci selaku persembahan nazar.
Bacaan pemakaman
Di antara tulisan- tulisan Mesir yang sangat signifikan serta ekstensif dilestarikan merupakan bacaan pemakaman yang dirancang buat membenarkan kalau jiwa- jiwa orang yang telah wafat menggapai alam baka yang aman. Yang sangat dini merupakan” Bacaan Piramida”( Pyramid Texts), ialah berbentuk koleksi ratusan mantra yang diukir di bilik piramida kerajaan sepanjang periode Kerajaan Lama, yang dimaksudkan buat membagikan firaun fasilitas buat bergabung dengan para dewa di alam baka secara magis.Mantra- mantra tersebut timbul dalam lapisan serta campuran yang berbeda, serta sebagian di antara lain nampak di seluruh piramida.
Pada akhir Kerajaan Lama, bagian baru mantra- mantra pemakaman yang tercantum modul Bacaan Piramida, mulai timbul di makam- makam, paling utama tertulis pada peti mati. Koleksi tulisan ini diketahui selaku” Bacaan Peti Mati”( Coffin Texts), serta tidak disediakan buat keluarga raja, namun tertulis di makam pejabat non- kerajaan. Di era Kerajaan Baru, sebagian bacaan pemakaman yang baru timbul, yang sangat populer merupakan” Kitab Kematian”( Book of the Dead). Berbeda dengan kitab- kitab tadinya, kitab ini muat ilustrasi ataupun sketsa- sketsa yang komprehensif. Kitab tersebut disalin pada papirus serta dijual kepada orang biasa buat ditempatkan di makam mereka.
Bacaan Peti Mati muat bagian- bagian dengan deskripsi rinci menimpa dunia dasar serta instruksi tentang metode menanggulangi bahayanya. Di Kerajaan Baru, modul ini menimbulkan sebagian” kitab alam baka”, semacam” Kitab Gerbang”,” Kitab Gua- Gua”, serta” Amduat”. Tidak semacam koleksi mantra- mantra lepas, kitab- kitab alam baka ini merupakan penggambaran yang terstruktur atas bagian kala Ra melewati Duat, serta diiringi analogi, ekspedisi jiwa orang yang wafat lewat alam kematian. Penggunaannya pada awal mulanya terbatas pada makam- makam firaun, namun pada Periode Menengah Ketiga mereka digunakan lebih luas.
Dikala Mesir jadi lebih modern, aplikasi kunonya digantikan dengan metode ilmiah yang baru serta efektif. Sebagian kemajuan ilmiah ini terpaut dengan pengembangan mumifikasi. Dengan tingkatkan aplikasi mumifikasi tingkatan lanjut mereka, bangsa Mesir sanggup menggapai tingkatan kesempurnaan baru Mengenai kehidupan sehabis kematian.
Kuil Mesir
Kuil- kuil sudah terdapat semenjak permulaan sejarah Mesir, serta pada puncak peradaban mereka, kuil- kuil berdiri di sebagian besar kota- kota di Mesir. Kuil- kuil ini tercantum kuil pemakaman yang melayani roh- roh firaun serta kuil yang didedikasikan buat si dewa pelindung, walaupun perbedaannya samar sebab antara keilahian serta peran raja terjalin begitu erat.
Kuil- kuil tersebut paling utama tidak dimaksudkan selaku tempat buat pemujaan oleh warga universal, serta rakyat jelata mempunyai seperangkat aplikasi keagamaan yang lingkungan tertentu. Kebalikannya, kuil- kuil yang dikelola negeri berperan selaku rumah untuk para dewa, tempat cerminan raga yang berperan selaku perantara mereka dirawat serta diberi persembahan. Perihal ini diyakini butuh buat menyokong para dewa, sehingga mereka pada gilirannya bisa menyokong alam semesta itu sendiri.
Dengan demikian kuil- kuil jadi pusat warga Mesir, serta sumber energi yang besar juga dikhususkan buat pemeliharaannya, tercantum sumbangan dari monarki serta lahan- lahan luas mereka. Para firaun kerap memperluas kuil selaku bagian dari kewajiban mereka buat menghormati para dewa, sehingga banyak ditemui kuil yang berdiri dengan dimensi sangat besar. Walaupun demikian tidak seluruh dewa mempunyai kuil yang didedikasikan buat mereka, sebab banyak dewa dalam teologi formal cuma menerima sedikit ibadah, serta banyaknya dewa- dewa rumah tangga jadi fokus pemujaan terkenal dibandingkan ritual kuil.
Kuil- kuil sangat dini Mesir mempunyai struktur kecil serta tidak permanen, namun sepanjang Kerajaan Lama serta Pertengahan, desainnya tumbuh jadi lebih rumit, serta lebih banyak dibentuk dari batu. Pada era Kerajaan Baru, rencana ataupun dasar tata letak kuil dilahirkan, berevolusi dari elemen- elemen yang sama dari kuil- kuil Kerajaan Lama serta Pertengahan.
Dengan bermacam alterasi, rencana ini digunakan buat sebagian besar kuil yang dibentuk semenjak dikala itu, serta sebagian besar dari mereka bertahan sampai saat ini. Dalam rencana standar ini, kuil dibentuk di sejauh pusat prosesi, melewati serangkaian ruang serta balai mengarah tempat suci yang menaruh arca dewa kuil. Akses ke bagian sangat suci dari kuil- kuil ini terbatas pada firaun serta pendeta- pendeta tingkatan paling tinggi. Ekspedisi dari pintu masuk kuil ke tempat suci dikira selaku suatu ekspedisi dari dunia manusia ke alam suci, suatu titik yang ditekankan oleh simbolisme mitologis lingkungan yang muncul dalam arsitektur kuil.
Jauh di luar bangunan kuil merupakan bilik terluar. Di ruang antara keduanya, terhampar bangunan- bangunan bonus, tercantum ruang kerja serta tempat penyimpanan buat memasok kebutuhan kuil. Ada pula bibliotek tempat tulisan suci kuil serta catatan duniawi ditaruh, yang mana berperan pula selaku pusat pendidikan pada bermacam subyek.
Secara teoritis merupakan tugas firaun buat melakukan ritual di kuil, sebab dia merupakan perwakilan formal Mesir buat para dewa. Realitasnya, tugas ritual nyaris senantiasa dicoba oleh para pendeta. Sepanjang Kerajaan Lama serta Pertengahan, tidak terdapat kelas pendeta yang terpisah; kebalikannya, banyak pejabat pemerintah yang bertugas dalam kapasitas ini sepanjang sebagian bulan di luar tahun saat sebelum kembali ke tugas- tugas sekuler mereka.
Cuma di Kerajaan Baru yang melaksanakannya merupakan kependetaan handal, walaupun sebagian besar pendeta tingkatan rendah masih bekerja paruh waktu. Seluruh masih dipekerjakan oleh negeri, serta firaun yang memutuskan dalam penunjukan mereka. Tetapi, akibat kekayaan kuil- kuil yang makin meningkat, pengaruh kependetaan kian bertambah, sampai menyerupai firaun itu sendiri. Dalam fragmentasi politik Periode Menengah Ketiga( dekat 1070–664 SM), para pendeta besar Amun di Karnak apalagi jadi penguasa Mesir Hulu.
Para pegawai kuil pula tercantum banyak tidak hanya para pendeta, semacam para pemusik serta pelantun dalam upacara- upacara di kuil. Di luar kuil terdapat pengrajin serta pekerja lain yang menolong penuhi kebutuhan kuil, dan petani yang bekerja di perkebunannya. Seluruh dibayar dengan bagian dari pemasukan kuil. Sebab itu, kuil- kuil besar ialah pusat aktivitas ekonomi yang sangat berarti, sebab terkadang apalagi mempekerjakan sampai ribuan orang.
Ritual serta festival resmi
Aplikasi keagamaan negeri mencakup ritual kuil dalam pemujaan dewa serta upacara yang berkaitan dengan kerajaan suci. Di antara yang terakhir merupakan upacara penobatan firaun serta festival sed, ritual pembaruan kekuatan firaun yang dilaksanakan secara berkala sepanjang masa pemerintahannya. Terdapat banyak ritual kuil, tercantum ritual yang terjalin di segala negara, serta ritual terbatas pada satu kuil ataupun kuil- kuil dewa tunggal. Sebagian dicoba tiap hari, sedangkan yang lain dicoba tiap tahun ataupun pada peluang sangat jarang.
Ritual kuil yang sangat universal merupakan upacara persembahan pagi, dicoba tiap hari di kuil- kuil di segala Mesir. Di dalamnya, seseorang pendeta tingkatan besar, ataupun kadang- kadang firaun, cuci, meminyaki, serta menghiasi arca dewa dengan saksama saat sebelum menyajikannya dengan persembahan. Sehabis itu, kala dewa sudah komsumsi esensi spiritual dari persembahan, beberapa barang tersebut diambil buat dibagikan di golongan para pendeta.
Ritual kuil ataupun festival yang tidak sering terjalin, masih dicoba tiap tahun. Perayaan- perayaan ini umumnya berbentuk aktivitas tidak hanya persembahan biasa kepada para dewa, semacam peragaan kembali mitos- mitos tertentu ataupun penghancuran kekuatan- kekuatan jahat secara simbolis.. Sebagian besar kejadian ini mungkin cuma dirayakan oleh para pendeta serta cuma dicoba di dalam kuil.
Tetapi, festival kuil yang sangat berarti, semacam Festival Opet dirayakan di Karnak, umumnya berbentuk prosesi bawa arca dewa keluar dari tempat suci buat mendatangi web berarti yang lain, semacam kuil dewa terpaut. Warga umumnya berkumpul buat melihat prosesi tersebut serta kadang- kadang menemukan bagian persembahan pada kesempatan- kesempatan semacam ini.
Apis ialah seekor lembu jantan yang dipelihara oleh pendeta di dalam kuil di Memphis.
Hewan suci
Di banyak situs- situs suci, orang Mesir memuja hewan yang mereka yakini selaku perwujudan dewa tertentu. Hewan- hewan ini diseleksi bersumber pada isyarat suci tertentu yang diyakini menampilkan kesesuaian mereka atas kedudukan tersebut. Sebagian hewan suci ini mempertahankan status tersebut sepanjang sisa hidupnya, semacam lembu Apis yang dipuja di Memphis selaku perwujudan dewa Ptah. Apabila seekor lembu mati( apis), orang- orang Mesir berkabung sepanjang 70 hari. Bangkainya dibubuhi dengan bumbu, setelah itu dimakamkan dengan seluruh kehormatan.
Hewan lain pula dihormati buat jangka waktu yang lebih pendek. Pemujaan- pemujaan ini jadi lebih terkenal di setelah itu hari, serta kuil- kuil mulai memelihara hewan- hewan buat memilah perwujudan dewa baru. Suatu aplikasi terpisah dibesarkan dikala Dinasti ke 2 Puluh 6, dimana mulai dicoba mumifikasi pada tiap anggota spesies hewan tertentu selaku persembahan kepada dewa yang diwakili oleh spesies tersebut. Jutaan kucing, burung, serta makhluk yang lain yang dimumifikasi, dikubur di kuil- kuil buat menghormati para dewa Mesir. Para penyembah membayar pendeta dewa tertentu buat memperoleh serta membuat mumi hewan yang diasosiasikan dengan dewa tersebut, serta mumi tersebut diletakkan di pemakaman dekat pusat penyucian dewa.
Peramal
Bangsa Mesir memakai jasa peramal( Orakel) buat memohon para dewa supaya membagikan pengetahuan ataupun tutorial. Peramal Mesir diketahui paling utama dari Kerajaan Baru serta sesudahnya. Warga dari bermacam kelas, tercantum raja, mengajukan pertanyaan- pertanyaan pada peramal, serta paling utama di akhir Kerajaan Baru jawaban mereka bisa digunakan buat menuntaskan sengketa hukum ataupun menginformasikan keputusan kerajaan.
Metode sangat universal buat bertanya dengan peramal merupakan mengajukan persoalan ke arca dewa kala lagi dibawa dalam prosesi festival, serta menafsirkan jawaban dari gerakan barque. Tata cara lain tercantum menafsirkan sikap hewan suci, lukisan, ataupun patung- patung. Metode menguasai kehendak dewa tersebut, membagikan pengaruh besar untuk para pendeta yang berdialog serta menafsirkan pesan- pesan dewa.
Agama populer
Bila pemujaan formal kerajaan dimaksudkan buat melindungi stabilitas dunia bangsa Mesir, warga awam mempunyai aplikasi keagamaan tertentu yang berhubungan langsung dengan kehidupan tiap hari mereka. Agama terkenal ini meninggalkan sedikit fakta dibandingkan pemujaan formal, sehingga tidak bisa ditentukan sepanjang mana perihal itu mencerminkan aplikasi warga secara totalitas sebab bukti- bukti ini sebagian besar dihasilkan oleh bagian penduduk Mesir yang kaya saja.
Aplikasi keagamaan terkenal tercantum upacara dalam mencirikan transisi berarti dalam kehidupan. Ini tercantum kelahiran, karena bahaya yang bisa terjalin dalam prosesnya, dan upacara penamaan, sebab nama dikira selaku bagian berarti dari bukti diri seorang. Yang sangat berarti dari upacara- upacara ini merupakan upacara seputar kematian, yang mana tujuannya buat membenarkan kelangsungan jiwa seorang sehabis kematian.[83] Aplikasi keagamaan yang lain antara lain semacam upaya dalam menguasai kehendak para dewa ataupun mencari pengetahuan mereka. Praktik- praktik tersebut tercantum pengertian mimpi yang dikira selaku pesan dari alam suci, serta konsultasi peramalan. Warga pula berupaya dalam pengaruhi tingkah laku para dewa buat kepentingan mereka sendiri lewat ritual magis( sihir).
Penduduk Mesir pula berdoa kepada dewa serta berikan persembahan secara individu. Fakta ketaatan individu semacam ini tidak sering terjalin saat sebelum Kerajaan Baru. Perihal ini ialah akibat dari pembatasan budaya dalam penggambaran kegiatan keagamaan oleh non kerajaan. Ketaatan individu jadi lebih menonjol di akhir Kerajaan Baru, kala para dewa dipercaya mempunyai andil secara langsung dalam kehidupan seorang; semacam menghukum orang- orang yang melaksanakan kesalahan serta menyelamatkan orang yang taat dari marabahaya.
Kuil- kuil resmi merupakan tempat- tempat berarti buat berdoa serta persembahan individu, walaupun aktivitas utama mereka tertutup untuk orang awam. Orang Mesir biasa menyumbangkan beberapa barang buat dipersembahkan di kuil dewa serta benda- benda yang bertuliskan doa buat ditempatkan di ruang majelis hukum kuil. Kerapkali mereka berdoa secara individu di depan patung kuil ataupun di kuil yang disiapkan buat pemakaian tersebut. Tetapi, tidak hanya kuil, penduduk pula memakai kapel lokal yang terpisah; dengan dimensi yang lebih kecil namun lebih gampang diakses daripada kuil- kuil formal. Kapel- kapel ini sangat banyak, serta bisa jadi dikelola oleh anggota warga. Rumah tangga pula biasa mempunyai kuil kecil sendiri buat dipersembahkan kepada dewa ataupun keluarga yang telah wafat.
Para dewa yang dipuja dalam suasana semacam ini agak berbeda dari mereka yang terletak di pusat pemujaan negeri. Banyak dewa terkenal yang berarti, semacam dewi kesuburan Taweret serta pelindung rumah tangga Bes, yang tidak mempunyai kuil sendiri. Tetapi, banyak dewa yang lain tercantum Amun serta Osiris, yang sangat berarti dalam agama terkenal ataupun resmi.
Sebagian orang bisa jadi mengkhususkan diri pada satu dewa. Kerapkali mereka menggemari dewa yang berafiliasi dengan daerah mereka sendiri, ataupun dengan kedudukan mereka dalam kehidupan. Dewa Ptah, misalnya, sangat berarti di pusat pemujaannya di Memphis. Tetapi, selaku dewa pelindung pengrajin, dia menerima pemujaan di segala negara dalam kedudukannya tersebut.
Sihir
Kata” sihir”( magic) bisa digunakan buat menerjemahkan sebutan Mesir heka, yang maknanya semacam James P. Allen katakan,” keahlian buat membuat suatu terjalin dengan metode tidak langsung”. Heka diyakini selaku fenomena alam, kekuatan yang digunakan buat menghasilkan alam semesta dan digunakan para dewa buat bekerja cocok keinginan mereka. Manusia pula dapat memakainya, serta praktik- praktik magis terpaut erat dengan agama. Apalagi ritual biasa yang dicoba di kuil pula dikira selaku sihir. Metode magis pula kerap digunakan secara personal buat tujuan individu. Walaupun perihal ini dapat beresiko untuk orang lain, tetapi tidak terdapat wujud sihir yang diprediksi memiliki bahaya di dalamnya. Kebalikannya, sihir dikira selaku jalur untuk manusia buat menghindari ataupun menanggulangi peristiwa- peristiwa negatif.
Sihir erat kaitannya dengan kependetaan. Sebab di bibliotek kuil ada banyak bacaan magis, pengetahuan magis yang luar biasa diberikan kepada lektor pendeta yang menekuni teks- teks tersebut. Para pendeta ini biasa bekerja di luar kuil mereka, menyewakan jasa magis buat orang awam. Profesi lain pula biasa memakai sihir selaku bagian dari pekerjaan mereka, tercantum dokter, pawang kalajengking, serta pembuat jimat magis. Mungkin besar kalau kalangan tani pula memakai sihir simpel demi tujuan mereka. Tetapi, sebab pengetahuan magis ini diwariskan secara lisan, keberadaan fakta tentang perihal ini terbatas.
Bahasa terpaut erat dengan heka sedemikian rupa, sehingga Thoth, dewa penyusunan, kadang- kadang dikatakan selaku pencipta heka. Oleh sebab itu, sihir kerap mengaitkan mantra tertulis ataupun lisan, walaupun umumnya diiringi pula dengan aktivitas- aktivitas ritual. Kerapkali ritual ini memakai kekuatan dewa yang cocok buat melaksanakan aksi yang di idamkan, menggunakan kekuatan heka buat memforsir mereka berperan.
Kadang- kadang ritual ini mewajibkan para praktisi ataupun subjek ritual buat berfungsi selaku kepribadian dalam mitologi, sehingga mendesak dewa buat berperan terhadap orang tersebut semacam yang terdapat dalam mitos. Ritual pula memakai” sihir simpatik”, memakai objek yang diyakini mempunyai kemiripan yang sangat signifikan dengan subjek ritual. Bangsa Mesir pula biasa memakai benda- benda yang diyakini memiliki heka- nya sendiri, semacam jimat pelindung magis yang banyak dipakai oleh rakyat Mesir biasa.
Mesir Kuno & Adat pemakaman
Sebab dikira butuh demi keabadian jiwa, pelestarian jenazah merupakan bagian sentral dari praktik- praktik pemakaman Mesir. Awal mulanya bangsa Mesir mengubur jasad orang yang wafat di gurun pasir, dengan kondisinya yang gersang sanggup memumikan jasad tersebut secara natural. Tetapi, pada Periode Dinasti Dini, mereka mulai memakai makam demi proteksi, sehingga jasad terisolasi dari pengaruh kekeringan pasir serta tergantung pada pembusukan natural. Hingga bangsa Mesir meningkatkan aplikasi pembalseman yang lumayan rumit, ialah jasad seorang secara artifisial dikeringkan serta dibungkus setelah itu diletakkan dalam peti mati.Mutu proses pembalsemaan bermacam- macam bergantung bayaran. Untuk yang tidak sanggup mendanai pembalseman, mereka masih melaksanakan penguburan di gurun.
Sehabis proses mumifikasi berakhir, mumi diangkut dari rumahnya mengarah makam buat prosesi pemakaman yang dihadiri sahabat serta kerabatnya, bersama dengan para pendeta. Saat sebelum pemakaman, para pendeta ini melaksanakan sebagian ritual, tercantum” Upacara Pembukaan Mulut”( Opening of the Mouth) yang dimaksudkan buat mengembalikan indra mendiang serta memberinya keahlian buat menerima persembahan. Setelah itu mumi tersebut hendak dikubur serta makamnya disegel. Sehabis itu, para saudara ataupun pendeta berikan persembahan santapan kepada mendiang di kapel kamar jenazah secara berkala. Bersamaan waktu, keluarga hendak mengabaikan persembahan buat saudara yang telah lama wafat, sehingga mayoritas pemujaan tersebut cuma berlangsung satu ataupun 2 generasi saja. Tetapi, bila pemujaan masih berlangsung, orang yang hidup terkadang menulis pesan yang isinya memohon dorongan pada saudara yang wafat, dengan kepercayaan kalau orang yang wafat bisa pengaruhi dunia orang hidup semacam yang dicoba para dewa.
Makam orang Mesir awal diucap mastaba, berbentuk struktur bata persegi panjang selaku tempat para raja serta bangsawan dimakamkan. Tiap- tiap berisi ruang pemakaman dasar tanah serta kapel terpisah di atas tanah buat ritual pemakaman. Di Kerajaan Lama, mastaba tumbuh jadi piramida, yang melambangkan gundukan purba mitos Mesir. Piramida dibentuk buat para bangsawan, diiringi dengan kuil- kuil besar di pusatnya. Firaun Kerajaan Pertengahan terus membangun piramida, sehingga popularitas mastaba berangsur memudar. Terus menjadi banyak rakyat biasa dengan fasilitas yang mencukupi dikuburkan di pemakaman batu yang dilengkapi kapel- kapel di dekatnya, sesuatu pendekatan yang jitu buat mencegah perampokan makam. Pada dini Kerajaan Baru, apalagi para firaun dikuburkan di makam tipe ini, serta terus berlangsung sampai kemerosotan agama itu sendiri.
Makam dapat berisi bermacam berbagai benda yang lain, tercantum arca mendiang buat dijadikan selaku pengganti jasad seandainya rusak. Sebab diyakini kalau mendiang wajib melaksanakan pekerjaan di alam baka, semacam dalam kehidupan di dunia, pemakaman kerap kali muat model- model kecil manusia yang melaksanakan pekerjaan di tempat mendiang.
Makam orang- orang kaya pula dapat berisi perabotan, baju, serta barang tiap hari yang lain yang dimaksudkan buat digunakan di alam baka, bersama dengan jimat serta beberapa barang lain selaku proteksi magis terhadap marabahaya di dunia arwah. Proteksi lebih lanjut diberikan oleh teks- teks pemakaman. Bilik makam pula muat karya seni, tercantum lukisan santapan orang yang sudah wafat yang secara magis diyakini membolehkan mendiang menerima rezeki apalagi sehabis persembahannya menyudahi dicoba.